Jumat, 23 Oktober 2009

Belencong

SULUH
Terang atau gelap bukan soal pandangan mata, bukan pula perkara siang atau malam, tetapi soal cahaya. Orang buta berjalan di siang hari secara fisik tetap saja gelap, demikian pula orang melek berjalan di pekat gulita tetap juga gelap jika tidak ada cahaya yang menuntun untuk paling tidak bisa meraba. Saat ini dalam terang benderang peradaban, orang bisa saja bahkan banyak tersesat karena tidak ada suluh yang diikuti untuk memperjelas rambu dan jalur yang seharusnya dilewati. Dalam pandangan mata semua tampak berkilau, semua tampak bagus karena kemajuan peradaban telah memolesnya. Dan kebanyakan kita silau, mengejar cahaya ..... seperti laron akhirnya terperangkap pada kemilau itu.
Kemegahan peradaban barat telah membuat kita menjadi kebarat-baratan pada semua hal. Sistem pendidikan kita, sistem ketokohan kita, bahkan sistem keluarga kita lebih banyak dibangun oleh peradaban barat yang kering. Kekayaan budaya yang kita miliki karena tidak dipahami kita buang dan mengadopsi sesuatu yang baru dari barat yang belum tentu sesuai. Saat kita tersadar bahwa apa yang kita angkat itu sebenarnya tidak sesuai dengan malu-malu kita mengangkat kembali apa yang sudah kita buang dan tragisnya ..... kita menyebutnya sebagai alternatif. Sistem pesantren kita sebut alternatif, pengobatan herbal kita sebut alternatif, seni tradisi menjadi alternatif dan lain-lain. Sangat tragis ...... kita membuang apa yang sebenanrnya kita miliki.
Sebelum semuanya musnah, semasih ada sumber yang bisa kita gali, dan mumpung zaman belum sampai puncak kekacauan ada baiknya kita berbenah untuk membangun peradaban berdasarkan pondasi yang sudah dibuat oleh nenek moyang kita yang arif dan berhati jernih. Kita bangun kembali dengan pilar yang lebih kuat dengan komposisi campuran antara tradisionalitas, religiusitas dan rasionalitas yang imbang. Untuk itu mari kita mulai dari rumah kita masing-masing.
(H.L.Agus Fathurrahman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar