HIKAYAT DI BAWAH TAPAK RINJANI
(Dukungan Bagi Yang Berkarya Untuk Perubahan)
Manusia ditakdirkan sebagai khalifah
Membawa amanat makmurkan bumi.
Konon menurut hikayat
Manusia itu tak bernama ;
bukan seseorang.
apalagi yang membawa-bawa nama kekuasaan.
Bukan, itu palsu.
Kuasa hanya milik yang Tunggal
sumber kehidupan dan kematian.
Manusia sang khalifah tak bernama.
Hanya menebar makna.
Tanah, air, pepohonan adalah nafasnya
Gunung, hutan dan laut, kehidupannya.
Mengalir dari hulu ke hilir mengjadi penghidupan
yang diolah tangan-tangan kecil penuh kasih
Dari lubuk bening keihlasan.
Mengelus muliakan alam jalan penghidupan
tanpa keinginan memiliki.
Mengalirkannya dari hilir ke hulu.
Suatu masa, wabah melanda.
Manusia membusuk ; menjelma ulat-ulat ganas
Saling memangsa.
Dari kota ke desa dan ke hutan-hutan memakan segala.
Manusia nyaris tak tersisa, saat wabah mulai surut karena mangsa telah menyusut.
Manusia yang tersisapun masih berperilaku seperti ulat pembusuk.
Berbagai terapi diusahakan untuk mengobati :
Imunisasi agama ; tak mempan.
Faksin intelektual ; menjelma virus dalam diri.
Pemuliaan kembali ; melahirkan parasit ganas.
Di sudut sana masih tersisa yatim yang berjuang sendiri
Mengumpulkan sisa kemanusiaan yang terserak
Menghimpun sisa kehidupan yang membusuk
”Ampet-ampet daraq adingku.......
Inaq-amaq ye lalo
Beliangan tutuq emas, jajak emas terompong emas...”
Rintihan harapan masa depan yang menyayat,
menggema ruang dan zaman.
Sambil mengendus-endus yang tersisa
Tangan-tangan kecil menata harapan baru
Hulu kehidupan yang sayup-sayup tampak bagai negeri “samar katon”
Yatim itu ; bernama masyarakat adat.
Tak lagi punya mangku
saat cap dan tanda tangan kepala kantor mengambil mananya
Tak lagi punya harapan
Ketika cukong menggusur garapannya.
Tak lagi punya keyakinan
Saat perannya dibatasi pagar kekuasaan.
”Ampet-ampet daraq adingku.......
Inaq-amaq ye lalo
Beliangan tutuq emas, jajak emas terompong emas...”
Sebuah harapan baru
Semoga bukan mimpi
saat darah sehat yatim pemilik mutiara khatulistiwa mulai bergerak.
Mengipas sisa-sisa kemanusiaan :
Mesti kuat berjuang
Mesti bulat tekad menggugat
Mesti erat tangan bergandengan
Mesti bercucuran keringat
Kipaslah terus sisa-sisa kemanusiaan itu
untuk menghalau ulat-ulat raksasa pemangsa
Biar gunung, hutan dan lautan kembali menjadi hulu penghidupan
Demi masa depan dan amanat yang diemban
”Mengembalikan kehidupan yang bermakna”.
Kita lah yatim
Yang mulai bangkit itu.
AGUS FATHURRAHMAN
Jln. Gili Air 21 Taman Kapitan Ampenan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar