Rabu, 21 Oktober 2009

Sendon

HIKAYAT DI BAWAH TAPAK RINJANI

(Dukungan Bagi Yang Berkarya Untuk Perubahan)

Manusia ditakdirkan sebagai khalifah

Membawa amanat makmurkan bumi.

Konon menurut hikayat

Manusia itu tak bernama ;

bukan seseorang.

apalagi yang membawa-bawa nama kekuasaan.

Bukan, itu palsu.

Kuasa hanya milik yang Tunggal

sumber kehidupan dan kematian.

Manusia sang khalifah tak bernama.

Hanya menebar makna.

Tanah, air, pepohonan adalah nafasnya

Gunung, hutan dan laut, kehidupannya.

Mengalir dari hulu ke hilir mengjadi penghidupan

yang diolah tangan-tangan kecil penuh kasih

Dari lubuk bening keihlasan.

Mengelus muliakan alam jalan penghidupan

tanpa keinginan memiliki.

Mengalirkannya dari hilir ke hulu.

Suatu masa, wabah melanda.

Manusia membusuk ; menjelma ulat-ulat ganas

Saling memangsa.

Dari kota ke desa dan ke hutan-hutan memakan segala.

Manusia nyaris tak tersisa, saat wabah mulai surut karena mangsa telah menyusut.

Manusia yang tersisapun masih berperilaku seperti ulat pembusuk.

Berbagai terapi diusahakan untuk mengobati :

Imunisasi agama ; tak mempan.

Faksin intelektual ; menjelma virus dalam diri.

Pemuliaan kembali ; melahirkan parasit ganas.

Di sudut sana masih tersisa yatim yang berjuang sendiri

Mengumpulkan sisa kemanusiaan yang terserak

Menghimpun sisa kehidupan yang membusuk

”Ampet-ampet daraq adingku.......

Inaq-amaq ye lalo

Beliangan tutuq emas, jajak emas terompong emas...”

Rintihan harapan masa depan yang menyayat,

menggema ruang dan zaman.

Sambil mengendus-endus yang tersisa

Tangan-tangan kecil menata harapan baru

Hulu kehidupan yang sayup-sayup tampak bagai negeri “samar katon”

Yatim itu ; bernama masyarakat adat.

Tak lagi punya mangku

saat cap dan tanda tangan kepala kantor mengambil mananya

Tak lagi punya harapan

Ketika cukong menggusur garapannya.

Tak lagi punya keyakinan

Saat perannya dibatasi pagar kekuasaan.

”Ampet-ampet daraq adingku.......

Inaq-amaq ye lalo

Beliangan tutuq emas, jajak emas terompong emas...”

Sebuah harapan baru

Semoga bukan mimpi

saat darah sehat yatim pemilik mutiara khatulistiwa mulai bergerak.

Mengipas sisa-sisa kemanusiaan :

Mesti kuat berjuang

Mesti bulat tekad menggugat

Mesti erat tangan bergandengan

Mesti bercucuran keringat

Kipaslah terus sisa-sisa kemanusiaan itu

untuk menghalau ulat-ulat raksasa pemangsa

Biar gunung, hutan dan lautan kembali menjadi hulu penghidupan

Demi masa depan dan amanat yang diemban

”Mengembalikan kehidupan yang bermakna”.

Kita lah yatim

Yang mulai bangkit itu.

AGUS FATHURRAHMAN

Jln. Gili Air 21 Taman Kapitan Ampenan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar